Panggil
saja aku Fire. Karena aku tidak ingin menjadi siapapun juga kecuali
menjadi api. Yang selalu membakar dan menggairahkan. Awalnya aku tidak
menyadari bakat (atau kelainan) ku ini. Aku adalah seorang gadis yang
baik-baik saja dari kecil hingga dewasa. Namun ketika pertama kali aku
mengenal seks, aku temukan yang hilang dalam diriku.
Kulepaskan keperawananku pada pacar pertamaku. Vega namanya. Sejak awal
ia memang hanya iseng padaku. Teman-temanku berkata bahwa ia hanya akan
memacariku sampai aku melepaskan keperawananku padanya. Saat itu, pulang
sekolah, seperti biasa ia menjemputku. Kebetulan orang tuaku sedang
keluar kota. Aku tahu bahwa ia tidak akan mengantarku pulang.
Ternyata benar. Ia membawaku ke sebuah motel. Dengan gayanya yang sok
Don Juan, ia melepaskan pakaianku. Saat itu yang ada dalam kepalaku
hanya perasaan ingin tahu. Lalu Vega menelanjangiku, dan menidurkan aku
ke atas ranjang. Kubiarkan ia meremas remas payudaraku yang besar (36B).
Ada rasa aneh seperti menggelitik saat itu. Vega menciumi dan menjilati
puting susuku. Lalu tangannya yang satu lagi menjalar ke vaginaku.
“Akhh..” tak terasa aku mendesah. Lidah Vega menjilati putingku lalu
beralih ke payudaraku yang satu lagi. Kedua putingku mengeras.
Tiba-tiba kurasakan jari Vega masuk ke dalam vaginaku. Dan ia
memain-mainkan jarinya. Aku merasa nikmat, namun juga sedikit sakit.
“Oohh.. Sakit, Veg..” ujarku. Vega terus menjilat dan menyedot putingku.
Aku menggeliat-geliat sementara tanganku menjambak rambutnya. Saat itu
Vega langsung membuka pakaiannya. Kami berdua kini sama-sama telanjang.
Aku dapat melihat penisnya yang menegang, tersembul ketika ia melepaskan
celana dalamnya. Bulu-bulu lebat memenuhi kemaluan dan pahanya. Tanpa
basa-basi, Vega langsung memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. “Aaww!!”
Aku merasa kesakitan. Aku berusaha mendorong Vega, tetapi ia sangat
kuat. Kelihatan sekali bahwa ia sangat bersusah payah untuk memasukkan
kemaluannya.
Vega merentangkan kedua pahaku dan kembali berusaha memasukkan penisnya.
“Akhh.. Sakit, Veg..” Lalu, bles.. tiba-tiba penisnya sudah masuk ke
dalam vaginaku. Dengan cepat ia menggesek, mendorong penisnya dalam
vaginaku. “Kamu suka nggak, sayang. Kamu suka nggak sama punyaku?”
ujarnya sambil terus mendorong penisnya tanpa memperhatikan aku yang
mengerang dan menjambaki rambutnya. Ditengah-tengah rasa sakitku,
sebenarnya aku merasakan kenikmatan.
Lalu tiba-tiba Vega mencengkram bahuku dan tiba-tiba ia mengerang dan
mengeluarkan penisnya dan menjulurkannya ke atas dadaku. Creett.. Sperma
menyembur dan membawahi dadaku. Kulihat kepuasan di wajah Vega. Aku tak
mengerti apa yang terjadi saat itu. Kemudian Vega menggeletakkan
dirinya di sebelahku. Aku bangkit dan membersihkan sperma di dadaku.
Saat itu aku melihat darah sedikit di atas sprei. Saat itu juga aku
menyadari bahwa aku tidak perawan lagi. Benar juga, seperti kata
teman-temanku, Vega memang memutuskan aku, beberapa hari setelah itu.
Anehnya, aku tidak menyesal. Malahan saat itu aku merasa bahwa aku
menjadi berbeda dan lebih kuat.
Selang beberapa tahun setelah itu, aku berpacaran dengan beberapa teman
lelakiku dan selalu berhubungan initim. Begitu lepas SMA, Papa mengirim
aku ke UK untuk sekolah manajemen. Di sana aku tinggal sendiri di sebuah
apartemen milik kerabat Papa. Ada sebuah bar di sana yang bernama
Lorga. Setiap akhir pekan aku selalu ke sana. Lama-lama, para bertender
di sana kenal denganku. Saat itu aku betul-betul jenuh dengan kehidupan
seksku. London sangat bebas. Aku pernah tidur dengan bermacam-macam
lelaki. Black, White, Chinese, Japan, hampir segala ras pernah aku
pacari dan getting laid. Pink, salah satu bartender di Lorga, yang
kebetulan pernah getting laid denganku menyarankan untuk datang ke
sebuah pesta pribadi temannya.
Lalu aku pun pergi ke sana. Rupanya pesta itu adalah sebuah pesta seks.
Tanpa tahu temannya, aku pun bergabung dengan keramaian di sana. Ketika
aku datang, semua orang sudah saling menempel dan ada pula yang sudah
memulai. Musik underground terdengar memenuhi dadaku. Awalnya aku
bingung hendak apa.
Akhirnya aku bergabung dengan sebuah kelompok di sebuah sudut, lima
orang lelaki dan dua orang wanita, semuanya telanjang. Aku lepaskan
seluruh pakaianku dan bergabung dengan mereka. Ketika aku mendekat,
mereka semuanya tidak ada yang terganggu. Salah satu pria di situ,
seorang pria latin (Namanya Ronnie, dari Itali) memiliki penis yang
sangat besar “menganggur”. Yang lain, penisnya sedang di jilat oleh
kedua wanita itu. Aku meremas penis pria itu. Pria itu sedang menjilati
puting salah satu wanita di situ. Aku pun mulai mengulum penisnya.
Tiba-tiba kakiku direnggangkan oleh seorang lelaki. Aku merasakan basah
di vaginaku. Rupanya seorang lelaki Negro tengah menjilati vaginaku.
Tanganku mulai menekan-nekan penis pria itu sementara pria Negro itu
menyedot vaginaku. Dan seorang lelaki yang sedang bercinta dengan
seorang wanita lain menjilati puting payudaraku. Sungguh hebat dan
nikmat. Aku sangat terangsang.
Tiba-tiba pria yang sedang aku sedot penisnya menarik kepalaku. Ia
menatapku lalu menciumi bibirku. Kelihatannya ia ingin memasukkan
penisnya ke dalam vaginaku, tetapi mereka mengeroyokku. Tiba-tiba si
Negro membalikkan tubuhku. Rupanya ia ingin doggy style denganku. Ia
memasukkan penisnya yang sangat besar ke dalam lubang vaginaku. Lalu ia
mengocok penisnya ke dalam vaginaku. Aku sangat terangsang. Pria Itali
itu memperhatikanku. Entah mengapa aku seperti tertantang. Terlihat
seorang wanita di depanku baru selesai disetubuhi oleh seorang lelaki.
Aku langsung menciumi puting wanita itu dan menciumi bibir wanita itu.
Pria Itali itu mendekati kami dan memasukkan penisnya ke dalam vagina
wanita itu. Doggy style juga, sama seperti si Negro denganku.
Namun aku tak mampu lagi untuk memperhatikan pria Itali itu karena
tiba-tiba dua orang lelaki mendekati aku dan menarik rambutku, minta
agar aku melakukan blow job. Aku lalu menjilati penis lelaki itu,
sementara salah satu wanita di dekatku menghisap puting payudaraku.
Malam itu malam terhebat yang pernah aku lewati. Tubuhku disembur oleh
sperma dari bermacam-macam lelaki di situ.
Ketika pagi, tubuh-tubuh telanjang bergeletakan di lantai. Tanpa aku
sadari. Pria Itali itu rebahan di sampingku. “What’s your name?”
tanyanya. Akupun memberikan nama, alamat dan nomor teleponku. Ronnie,
pria itu mengundangku untuk datang ke pertemuan berikutnya yang
kebetulan dilaksanakan di rumahnya. Aku langsung menyanggupi. Ketika aku
pulang, aku tetap tidak mengenali mereka, merekapun tidak mengetahui
siapa aku, kecuali Ronnie.
Langsung ke weekend berikutnya, aku datang ke rumah Ronnie. Rupanya
pesta belum dimulai. Hanya aku sendiri di situ, berdua dengan Ronnie.
Kami tidak mengobrol karena Ronnie langsung menelanjangiku. Kali ini ia
malah tidak melepaskan pakaiannya. Ia malah mengenakan sebuah rantai di
leherku. “Your going to love this.” Katanya. Lalu Ronnie melepaskan
kemejanya. Pada saat yang bersamaan, terdengar ketukan di pintu. Ronnie
membukakan pintu. Tiga orang pria masuk. Salah satunya pria Negro
bartender itu yang kulihat di pesta yang lalu. Mereka kelihatan senang
melihatku. Langsung saja mereka melepaskan kemeja mereka.
Dua orang yang lain masuk ke kamar Ronnie dan kembali dengan sebuah
kamera video. Ronnie mulai menarik rantaiku dan menyuruhku duduk di
lantai. Pria Negro itu mengikatkan tambang kecil di seluruh tubuhku. Aku
tidak dapat bergerak. Tangan dan kakiku diikat menjadi satu. Ronnie
melepaskan celananya dan menekan kepalaku sementara si Negro memegangi
pahaku dan mulai menciumi vaginaku. Pria yang lainnya mulai melepaskan
pakaiannya sementara yang satu lagi merekam kami. Anehnya, aku
benar-benar menyukainya. Ronnie benar. Aku menghisap penis Ronnie.
Ronnie menjambak rambutku. Si Negro menjilati klitorisku hingga
betul-betul becek. Pria yang satu lagi, lebih kurus dari Ronnie, si
Negro dan yang memegang video menciumi payudaraku. Lalu si Negro selesai
menciumi vaginaku. Ia memukuli pantatku hingga aku kesakitan. Mulutku
penuh dengan penis Ronnie. Sementara aku merasa pantatku panas karena
dipukuli oleh si Negro.
Si pria kurus melepaskan ikatanku. Si Negro menarik pinggulku hingga si
pria kurus berada di bawahku, sementara Ronnie, sambil memegangi rantai
leherku, terus kujilati penisnya. Tiba-tiba, si pria kurus memasukkan
penisnya ke dalam vaginaku. Tetapi aku merasakan si Negro membuka
pantatku. Awalnya aku agak cemas. Aku melepaskan penis Ronnie dari dalam
mulutku, tetapi Ronnie, menarik rantai leherku dan menekan kepalaku
agar aku terus menjilati penisnya.
Dan bleg, aku merasakan penis si Negro masuk ke dalam pantatku. “Akhh..
It’s hurt! ” jeritku, namun Ronnie menamparku dan kembali menarik rantai
leherku dan memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Aku merasa diperkosa.
Si pria kurus menekan-nekankan penisnya ke dalam vaginaku, sementara si
Negro terus menekankan penisnya ke dalam duburku, sementara si pria
video terus merekam. Ronnie semakin keras menjambak rambutku. Tanpa
terasa aku menikmatinya. Mungkin karena sempit, si Negro orgasme duluan.
Ia menyemprotkan spermanya ke punggungku. Pria video kelihatan sangat
horny. Ia mengoper video itu ke pria Negro dan menggantikan posisi pria
Negro, membuka celananya dan mengeluarkan alat vitalnya yang sudah
mengeras ke dalam duburku. Aku betul-betul merasa nikmat. “Aakhh.. I
think I’m coming..” desahku.
Ronnie berhenti memaksaku untuk menjilati penisnya, sementara pria kurus
terus menekan penisnya sambil menjilati puting payudaraku dan si pria
video terus menekan-nekankan duburnya. oohh.. yeaahh.. akkhh!! I’m
coming.. ” jeritku sambil merejang, menegang, sementara pria kurus terus
mengulum puting susuku dan menekan-nekankan penisnya. Dan aku orgasme.
Pria kurus tidak lama kemudian juga menyemprotkan spermanya. Begitu pula
pria video. Pria kurus membanting tubuhku dan menyemprotkan spermanya
ke tubuh dan mulutku. Aku merasa sangat lelah. Namun aku
menggosok-gosokkan sperma ke seluruh tubuhku.
Pria Negro mendekatkan kameranya kepadaku, dari mulutku yang penuh
sperma, ke tanganku yang mengusap-usapkan sperma dan ke vaginaku yang
sangat basah. Setelah itu ketiga pria itu menciumi bibirku, putingku dan
mengatakan bahwa aku sangat hebat. Ronnie masuk sambil membawa segelas
air dan sebuah pil. Ronnie juga memujiku. Ia menyuruhku untuk meminum
pil itu. Ia mengatakan bahwa aku akan menjadi pulih dan lebih kuat
setelah minum pil itu.
Benar juga. Belum berapa lama, aku sudah merasa bertenaga. Aku
menanyakan pada mereka untuk apa video itu. Rupanya mereka mengoleksi
video-video semacam itu. Aku meminta kopinya. Aku tak keberatan dengan
video itu. Aku menyukai dan sangat menikmati suasana tadi. Ronnie
menawarkan aku untuk ikut kembali minggu depan. Namun minggu depan
mereka akan mengadakannya di alam terbuka. Aku sangat tertarik.
Begitulah kehidupanku di sana. Setiap akhir pekan, selalu ada new
experience bersama Ronnie. Terkadang, aku merindukan suasana itu di
Jakarta. Adakah?